Langsung ke konten utama

DIGITAL CINEMA

DIGITAL CINEMA

Digital Cinema adalah sebuah konsep, sebuah sistem yang lengkap, meliputi seluruh rantai produksi film dare akuisisi dengan kamera digital untuk pasca-produksi, distribusi ke semua pameran, dengan bit dan byte bukan 35mm gulungan (Michel 2003).

Digital produksi dan pasca produksi

Sampai saat ini, proses pembuatan film yang sebenarnya dari sebuah produksi film telah menggunakan 35mm atau 70mm roll film kamera yang menggunakan tabung-tabung seluloid. Gambar kualitas yang dihasilkan oleh kamera digital dirasakan secara signifikan lebih rendah dari film, dan sementara rekaman film semakin dimotori oleh komputer untuk pasca-produksi manipulasi, proses produksi itu sendiri tetap berbasis seluloid.

Dalam teori, Digital Cinema dimulai pada akhir tahun 1980-an, ketika Sony datang dengan konsep pemasaran 'sinematografi elektronik'. Tetapi, inisiatif ini gagal. Pada akhir tahun 1990-an, dengan pengenalan perekam HDCAM dan penggantian nama dari proses 'sinematografi digital' pembuatan film menggunakan kamera digital dan peralatan terkait akhirnya mulai berjalan.

George Lucas berperan penting dalam melahirkan pergeseran ini, ketika pada tahun 2001 dia shooting 'Attack dari Klon' episode Star Wars digital, menggunakan Sony HDW-F900 HDCAM yang dilengkapi dengan lensa Panavision camcorder high-end. Ini sebenarnya adalah shooting pertama dengan kamera Sony. Sementara mampu shooting dengan gambar standar Amerika konvensional 30-frame/second interlaced, kamera ini juga bisa men-shoot 24-frames/second, standar untuk film, dan juga video progresif, video terdiri dari bingkai lengkap.

High-end kamera menggunakan sensor tunggal yang merupakan ukuran yang sama seperti film 35mm frame, dan memungkinkan kedalaman dangkal sama lapangan seperti kamera film konvensional. Selain itu, pengambilan gambar dalam format HDTV progresif memberikan ukuran gambar berukuran 720x1080 pixel. Hasilnya adalah 'filmis' dibandingkan dengan sebuah 'televisual' . Pada pertengahan 1990-an, Sony dengan kamera format DCR-VX1000 MiniDV menjanjikan kualitas gambar seperti itu, sementara masih tidak sebagus film, cukup baik untuk low-budget bagi pembuat film untuk memulai syuting fitur mereka secara digital dan editing mereka di program desktop yang relatif murah dalam perangkat lunak. Kamera high-end menggunakan ukuran yang minimal atau kompresi yang tidak melalui proses untuk mengurangi ukuran file, sedangkan sistem biasanya MiniDV menggunakan tingkat kompresi yang tinggi, untuk mengurangi kualitas gambar demi kepentingan penyimpanan ukuran.

Karena jangkauan dinamis yang lebih rendah dari kamera digital, maka koreksinya buruk dan lebih sulit untuk tampil di pasca-produksi. Solusi parsial untuk masalah ini adalah penambahan video-kompleks untuk membantu teknologi selama proses syuting. Ini mungkin 'hanya' terdiri dari monitor video high-kinerja yang memungkinkan sinematografer untuk melihat apa yang sedang direkam dan untuk membuat penyesuaian yang diperlukan. Peningkatan penggunaan teknologi digital dan proses dalam produksi film fitur juga mempengaruhi logistik produksi film, memungkinkan lokasi yang sepenuhnya digantikan oleh digital yang dibuat. Singkatnya, hanya bisa menambah suatu ruang nyata, dimana benda kecil atau bagian dari sebuah adegan digital yang ditambahkan ke rekaman asli. Pandangan lebih luasnya, digital dibuat dapat secara substansial yang ditambahkan ke ruang 3-D yang nyata, seperti yang terjadi dengan adegan Coliseum dalam Gladiator (Scott 2000). Sejauh ini, gambar digital dapat membentuk penggantian diegesis dunia nyata dengan menciptakan sesuatu yang berbau digital, seperti di Sky Kapten dan tomorrow world (Conran 2004) di mana para aktor yang hanya non-digital dibuat suatu unsur dalam film.

Sebuah keuntungan lebih lanjut dari penciptaan digital set dan lokasi, terutama yang di usia meningkatkan serials film, sekuel dan waralaba, adalah bahwa set virtual, sekali dibuat dalam komputer dan disimpan sebagai data, dapat dengan mudah diregenerasi untuk produksi film masa depan, membuat sekuel waralaba menguntungkan dan lebih mudah untuk membentuk dan membuatnya. Skala ekonomi dalam proses digital itu digunakan untuk mengimbangi biaya produksi film modern. Yang menarik adalah bahwa penggantian virtual tempat lokasi nyata mengalami peningkatan pada produksi sekarang yang dikenal bernilai mahal.

Digital Cinema merujuk pada penggunaan teknologi digital untuk mendistribusikan dan menayangkan gambar bergerak. Sebuah film dapat didistribusikan lewat perangkat keras, piringan optik atau satelit serta ditayangkan menggunakan proyektor digital alih-alih proyektor film konvensional. Digital Cinema berbeda dari HDTV atau televisi high definition. Digital Cinema tidak bergantung pada penggunaan televisi atau standar HDTV, aspek rasio atau peringkat bingkai. Proyektor digital yang memiliki resolusi 2K mulai disebarkan pada tahun 2005, dan sejak tahun 2006 jangkauannya telah diakselerasi.

Digital Cinema dapat dibuat dengan media video yang untuk penayangannya dilakukan transfer dari format 35 milimeter (mm) ke format high definition (HD). Proses transfer ke format HD melalui proses cetak yang disebut dengan proses blow up. Setelah menjadi format HD, penayangan film dilakukan dari satu tempat saja, dan dioperasikan ke bioskop lain dengan menggunakan satelit, sehingga tidak perlu dilakukan salinan film. Contohnya, dari satu bioskop di Jakarta, film dapat dioperasikan atau diputar ke bioskop-bioskop di daerah melalui satelit.
Animasi
Animasi  adalah suatu rangkaian gambar diam secara inbeethwin dengan jumlah yang banyak, bila kita proyeksikan akan terlihat seolah – olah hidup (bergerak), seperti yang pernah kita lihat film – film kartun di televisi maupun dilayar lebar jadi Animasi kita simpulkan menghidupkan benda diam diproyeksikan menjadi bergerak. 3 Penggunaan animasi pada komputer telah dimulai dengan ditemukannya software komputer yang dapat dipergunakan untuk melakukan ilustrasi di komputer, membuat perubahan gambar satu ke gambar berikutnya sehingga terbentuk suatu bentuk gerakan tertentu.

Animasi 2D (2 Dimensi) 
Animasi ini yang paling akrab dengan keseharian kita. Biasa juga disebut dengan film kartun. Kartun sendiri berasal dari kata Cartoon, yang artinya gambar yang lucu. Memang, film kartun itu kebanyakan film yang lucu. Contohnya banyak sekali, baik yang di TV maupun di Bioskop. Misalnya: Looney Tunes, Pink Panther, Tom and Jerry, Scooby Doo, Doraemon, Mulan, Lion King, Brother Bear, Spirit, dan banyak lagi. Meski yang populer kebanyakan film Disney, namun bukan Walt Disney sebagai bapak animasi kartun. Contoh lainnya adalah Felix The Cat, si kucing hitam. Umur si kucing itu sudah lumayan tua, dia diciptakan oleh Otto Messmer pada tahun 1919. Namun sayang, karena distribusi yang kurang baik, jadi kita sukar untuk menemukan film-filmnya. Bandingkan dengan Walt Disney yang sampai sekarang masih ada misalnya Snow White and The Seven Dwarfs (1937) dan Pinocchio (1940).

Berikut ini daftar software yang digunakan untuk membuat animasi 2D :
·                     Corel RAVE
·                     Moho
·                     CreaToon
·                     ToonBoom
·                     Autodesk Animation
·                     Adobe Flash
·                     Adobe Photoshop
·                     Adobe After Effect
·                     CoRETAS

Animasi 3D (3 Dimensi)
Perkembangan teknologi dan komputer membuat teknik pembuatan animasi 3D semakin berkembang dan maju pesat. Animasi 3D adalah pengembangan dari animasi 2D. Dengan animasi 3D, karakter yang diperlihatkan semakin hidup dan nyata, mendekati wujud manusia aslinya. Semenjak Toy Story buatan Disney (Pixar Studio), maka berlomba-­lombalah studio film dunia memproduksi film sejenis. Bermunculanlah, Bugs Life, AntZ, Dinosaurs, Final Fantasy, Toy Story 2, Monster Inc., hingga Finding Nemo, The Incredible, Shark Tale. Cars, Valian. Kesemuanya itu biasa juga disebut dengan animasi 3D atau CGI (Computer Generated Imagery). 

Berikut ini daftar software yang digunakan untuk membuat animasi 3D :
·                     3D Studio Max
·                     Maya
·                     LightWave
·                     Softimage
·                     Cinema 4D
·                     TrueSpace
·                     Animation Master
·                     Amapi
·                     Strata 3
·                     Rhino  
·                     Houdini
·                     Infini-D
·                     Carrara 
·                     Canoma 
·                     Wings 3D
·                     Motion Builder
·                     Poser
·                     TDI (Thomson Digital Image)


Cinema 4D
Cinema 4D adalah Produk dari MAXON ,software ini memang belum terkenal seperti teman-temannya yaitu 3D max dan Maya yang sering digunakan oleh para animator maupun orang banyak untuk membuat animasi ataupun arsitektur 3D. Tapi anda jangan salah, sudah banyak banget film animasi yang di buat oleh Cinema 4D diantaranya The Golden Compass, Beowulf, all three Spider-Man films, Surf's Up, Fantastic Four: Rise of the Silver Surfer, Ghost Rider, Open Season, all three Pirates of the Caribbean films, Monster House, Eragon, Superman Returns, The Chronicles of Narnia: The Lion, the Witch, and the Wardrobe, Serenity, War of the Worlds, Polar Express, The Flight of the Phoenix, Van Helsing, King Arthur, Star Wars: Episode II - The Attack of the Clones, the On-Air Packages for TMZ T.V., Comedy Central, Monday Night Football, Jeopardy, Wheel of Fortune, ESPN, NFL Network, TiVO, NBC, DirecTV, CBS NFL, Smart House, Fox dan masih banyak lagi. Sekarang Cinema 4D sudah mencapai versi 11.

Berikut ini daftar software yang digunakan untuk membuat animasi 4D :
·                  Blender (gratis)
·                  Daz3D (gratis)

Perbedaan Teknologi 2D, 3D, dan 4D

2D
Ciri dari format film dengan teknologi 2D ini adalah, tidak adanya benang halus, suaranya yang bagus, warnanya lebih cerah, dan tajam, namun, kekurangan dari format 2D ini adalah, resolusinya yang tidak sebesar format biasa, karena apabila semakin lebar resolusinya maka akan semakin gepeng layarnya. Bagian-bagian adegan yang tersensor (dengan cara potong adegan) lebih halus ketimbang format biasa, bahkan seperti tidak tersensor potongan adegan tersebut. Secara umum, format 2D ini memiliki gambar yang lebih halus layaknya kita menonton DVD dirumah dengan kualitas suara yang bagus.

3D
Pada saat ini sudah banyak film hollywood yang berformat 3D, bahkan beberapa film tidak memiliki versi biasanya dan hanya terdapat format 3D. Sudah tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia mengenai film berformat 3D ini, karena format ini mengharuskan kita menggunakan kacamata 3D. Dan film-film tersebut juga memiliki efek nyata, yaitu efek gambar yang  keluar dari layar, dan hanya bisa terlihat jika kita menggunakan kacamata 3D ini. Di tahun-tahun sebelumnya, hanya film animasi sajalah yang memiliki format 3D. Namun, akibat berkembangnya kecanggihan CGI, maka film biasa seperti live action pun sudah berformat 3D. Di beberapa film 3D, bahkan tidak terdapat Subtitle nya, dikarenakan memasukan suatu subtitle ke film dengan format 3D ini akan menurunkan kualitas film sebesar 10%.

4D
Tidak berbeda jauh dengan format 3D, hanya saja efek dari film 4D ini, bukan hanya gambarnya saja yang keluar, melainkan ada getaran-getaran atau efek-efek nyata yg dihasilkan. Misalnya saja film-film animasi bertema kehidupan alam, ketika adegan di air, maka ada air yang menyipratkannya ke wajah kita, atau uap air menetes. Lalu ketika adegan gempa bumi, maka kursi yang kita duduki akan bergetar juga, memang unik dan mengasyikan tetapi para penonton pasti tidak akan fokus ke filmnya melainkan ke efeknya saja. Film berformat seperti ini tidak hanya mengacu pada layar bioskop saja, melainkan beberapa aplikasi media seperti penggerak kursi yang menghasilkan getaran, uap air, serta beberapa efek lainnya, termasuk AC yang bisa tiba-tiba berubah menjadi sangat dingin saat adegan salju, dan Heater yang dapat memanas saat adegan padang pasir. Dan format film ini pun harus diputar pada bioskop-bioskop khusus saja.



 Perbedaan Digital Cinema

Perbedaan Digital Cinema dengan sinema konvensional adalah dalam hal visualisasi dan suara. Visualisasi digital cinema berbentuk garis-garis, sementara sinema konvensional menggunakan media pita seluloid, yang memiliki struktur visualisasi berupa titik-titik. Untuk kualitas suara, digital cinema hanya dapat memberi kualitas suara stereo. Sementara sinema konvensional, memiliki kualitas suara dolby surround.



 Kamera untuk Digital Cinema

Pada tahun 2007, medium pengalihan paling umum bagi fitur yang ditayangkan secara digital adalah pita film 35 mm yang dipindai dan diproses pada resolusi 2K (2048×1080) atau 4K (4096×2160) lewat penengah digital. Kebanyakan fitur digital saat ini sudah bisa merekam pada resolusi 1920x1080 menggunakan kamera seperti Sony CineAlta, Panavision Genesis atau Thomson Viper. Kamera-kamera baru seperti Arriflex D-20 dapat menangkap gambar dengan resolusi 2K, dan kamera bernama Red One keluaran perusahaan Red Digital Cinema Camera Company dapat merekam dengan resolusi 4K. Penggunaan proyeksi 2K pada sinema digital telah mencapai lebih dari 98 persen. Baru-baru ini perusahaan Dalsa Corporations Origin mengembangkan kamera yang dapat merekam dengan resolusi 4K RAW. Selain itu, ada jenis kamera lain yang dapat merekam dengan resolusi 5K RAW seperti RED EPIC. Ada juga kamera yang dapat merekam dengan resolusi 3K RAW (untuk menyesuaikan dengan anggaran pembuat film ) seperti RED SCARLET





 Proyektor Digital Cinema
 
Untuk menayangkan sinema digital, diperlukan proyektor yang berbeda dengan proyektor untuk menayangkan sinema konvensional. Terdapat dua jenis proyektor yang dapat digunakan untuk menayangkan sinema digital, yaitu proyektor DLP dan DCI. Proyektor DLP memiliki resolusi 1280×1024 atau setara dengan 1.3 megapiksel. Sedangkan proyektor DCI memiliki dua jenis spesifikasi, yaitu 2K (2048×1080) atau setara 2.2 MP pada 24 atau 48 bingkai dan 4K (4096×2160) atau setara dengan 8.85 MP pada 24 bingkai per detik. Proyektor DLP dikembangkan oleh perusahaan Texas Instrument. Ada tiga pabrik yang telah memiliki lisensi untuk memproduksi teknologi sinema DLP yaitu Christie Digital Systems, Barco, dan NEC. Christie, yang telah lama berdiri sebagai pabrik teknologi proyektor sinema konvensional, adalah pembuat proyektor CP2000—bentuk dasar proyektor yang paling banyak tersebar secara global (total kira-kira 5,500 unit). Barco meluncurkan seri DLP dengan resolusi 2K yang masih kalah dengan proyektor sinema digital DCI. Barco juga merancang dan mengembangkan produk proyektor dengan tingkat visualisasi berbeda bagi pembuat film profesional. NEC memproduksi Starus NC2500S, NC1500C dan NC800C proyektor 2K bagi layar kecil, medium dan besar. NEC juga memproduksi sistem penyedia sinema digital Starus dan alat-alat lain untuk menghubungkan dengan computer, tape analog atau digital, penerima satelit, DVD dan lain-lain. Sementar NEC adalah pendatang baru dalam industri proyektor sinema digital, Christie adalah pemain utama dalam pasar Amerika Serikat. Sedangkan Barco memimpin pasar Eropa dan Asia. Ketika perusahaan Texas Instrument pertama kali memperkenalkan teknologi proyektor 2K, perusahaan proyeksi digital merancang dan menjual banyak unit proyektor sinema digital DLP. Ketika proyektor dengan resolusi melebihi proyektor 2K dikembangkan, pasar mulai menawarkan proyektor berbasis DLP bagi tujuan non-sinema. Pada januari 2009, lebih dari 6000 sistem sinema digital berbasis DLP dipasang di seluruh dunia, di mana sebanyak 80 persen berlokasi di Amerika utara.

Teknologi penayangan sinema digital lainnya dibuat oleh perusahaan Sony dan diberi label teknologi "SXRD" . Proyektor-proyektor SXRD seperti SRXR210 dan SRXR220, menawarkan resolusi 4096x2160 (4K) dan memiliki piksel empat kali lebih banyak dari pada proyektor 2K. Proyektor sinema digital Sony juga memiliki harga yang kompetitif dengan proyektor DLP 2 K yang memiliki resolusi lebih rendah (2048x1080 atau setara dengan 2.2 megapiksel).


Proses pasca-produksi sinema digital

Pada proses pasca produksi, negatif film pada kamera asli dipindai menjadi format digital pada pemindai resolusi tinggi. Dengan teknologi digital, data dari kamera gambar bergerak bisa diubah menjadi format berkas gambar yang enak untuk ditonton. Semua berkas gambar dapat dikoreksi agar cocok dengan daftar edit yang dibuat oleh editor film. Hasil akhir proses pasca produksi adalah penengah digital yang digunakan untuk memindahkan rekaman gambar bergerak pada film ke cinema digital. Semua suara, gambar, dan elemen data produksi yang telah dilengkapi dapat dipasang pada pusat distribusi sinema digital yang berisi semua material digital yang harus ditayangkan. Gambar dan suara kemudian dimampatkan dan dikemas dalam bentuk kemasan sinema digital (dalam bahasa inggris: Digital Cinema Package atau DCP.


Keuntungan Ekonomi

Sebelum teknologi digital muncul dalam pembuatan sinema, sinema harus dibuat dengan pita seluloid yang harganya amat mahal. Pita seluloid 35 mm satu rollnya berharga empat juta dan hanya mampu merekam sepanjang empat menit. Berarti untuk membuat sinema berdurasi 100 menit dibutuhkan dana sekitar 25 juta rupiah. Itu hanya untuk merekam gambar dan belum untuk mengedit dan memperbanyak gambar. Pada sinema seluloid, sinema harus melalui proses printing dan blow up yang bisa menghabiskan dana minimal 233 juta rupiah. Sedangkan biaya untuk membuat kopi sinema adalah 10 juta rupiah. Padahal untuk diputar di bioskop di seluruh Indonesia, sebuah sinema minimal harus memiliki 25 kopi. Artinya produser harus menyediakan dana 250 juta rupiah.

Dengan menggunakan teknologi digital, biaya pembuatan sinema menjadi amat murah. Sinema digital dapat dibuat dengan menggunakan kamera Betacam SP yang kasetnya berharga 110 ribu rupiah dengan kemampuan merekam hingga 30 menit. Sinema digital juga bisa dibuat dengan Digital Video atau Digital Beta yang lebih murah lagi. Dengan biaya 400 ribu rupiah, Digital video mampu merekam gambar hingga 180 menit. Dibandingkan dengan sinema seluloid, pembuatan sinema dengan teknologi digital bisa menekan biaya hingga 500 juta rupiah. Karena sinema digital tidak perlu melalui proses printing atau blow up. Dengan menggunakan sinema digital, hanya diperlukan biaya untuk proses encoding sebesar 5 juta rupiah. Oleh karena itu, bagi para produser, sinema digital merupakan teknologi yang sangat murah. Teknologi ini dapat dijadikan alternatif untuk para pembuat film yang ingin berkarya dengan biaya seminim mungkin.




Penayangan Digital Cinema

Walau digital cinema memiliki keuntungan dalam tahap produksi dan pasca-produksi namun penayangannya masih menjadi hambatan. Sebagian besar bioskop di Indonesia hanya memiliki alat untuk memutar sinema seluloid. Satunya-satunya cara agar digital cinema bisa diputar di bioskop hanyalah dengan mencetaknya kembali dalam pita seluloid. Sedangkan tidak semua digital cinema yang berformat video bisa ditransfer menjadi seluloid karena standar video adalah 625 garis atau 525 garis. Sedangkan, kualitas imaji seluloid 35 mm setara dengan 2.500 garis. Jadi kalau dari video digital ditransfer ke seluloid, hasilnya akan jauh dari memuaskan. Di Indonesia untuk saat ini hanya Blitzmegaplex yang mempunyai peralatan yang mampu menayangkan film dengan format digital.

Contoh Cinema Digital


Dolby ® Digital Cinema adalah solusi lengkap dan handal, dan fleksibel yang menggabungkan kemudahan pengoperasian dengan pengalaman pelanggan yang tak tertandingi. Penawaran yang luar biasa dengan gambar dan kualitas suara. Integrasi mudah dengan otomatisasi yang ada pada sistem suara. Memastikan fleksibilitas untuk memenuhi perubahan kebutuhan Anda dan melindungi investasi Anda selama bertahun-tahun yang akan datang Secara efisien memenuhi kebutuhan anda dengan mengelola dan menyajikan fitur memenuhi kunci Digital Cinema Initiatives (DCI).


Dolby Digital Cinema dengan mudah dan otomatisasi dalam system suara, memberikan kualitas gambar dan suara yang luar biasa menakjubkan. Dolby Digital Cinema memenuhi spesifikasi kunci DCI yang memberikan kehandalan yang luar biasa, dan tingkat keamanan tertinggi dalam bisnis. Sistem server digital ini adalah yang pertama untuk mencapai Federal Information Processing Standards (FIPS) sertifikasi Tingkat 3, memastikan tingkat tertinggi dalam perlindungan anti pembajakan sebagaimana ditentukan oleh DCI.

Dolby Digital merupakan teknologi untuk menghasilkan suara surround digital. Teknologi ini biasanya digunakan dalam pemrosesan dan pembentukkan data audio untuk film-film di bioskop atau film-film pada media kepingan seperti DVD. Dolby Digital dikembangkan oleh Dolby Laboratories.

Dolby menunjukan solusi bioskop digital terbaru untuk audio, jaringan 3D dan masih banyak lagi. Dolby memberikan kemudahan dari sebelumnya dengan para peserta pameran untuk transisi ke bioskop digital dengan lengkap dan handal solusinya. Ini termasuk bioskop digital server, perangkat lunak, dan 3D solusi, serta terbaru dalam pemrosesan audio, CP750 Digital Cinema Processor.
 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kesenian Tari Topeng Jawa Barat

Kesenian Tari Topeng Tari topeng adalah salah satu tarian tradisional yang ada di Cirebon. Tari ini dinamakan tari topeng karena ketika beraksi sang penari memakai topeng. Konon pada awalnya, Tari Topeng diciptakan oleh sultan Cirebon yang cukup terkenal, yaitu Sunan Gunung Jati. Ketika Sunan Gunung Jati berkuasa di Cirebon, terjadilah serangan oleh Pangeran Welang dari Karawang. Pangeran ini sangat sakti karena memiliki pedang Curug Sewu. Melihat kesaktian sang pangeran tersebut, Sunan Gunung Jati tidak bisa menandinginya walaupun telah dibantu oleh Sunan Kalijaga dan Pangeran Cakrabuana. Akhirnya sultan Cirebon memutuskan untuk melawan kesaktian Pangeran Welang itu dengan cara diplomasi kesenian. Berawal dari keputusan itulah kemudian terbentuk kelompok tari, dengan Nyi Mas Gandasari sebagai penarinya. Setelah kesenian itu terkenal, akhirnya Pangeran Welang jatuh cinta pada penari itu, dan menyerahkan pedang Curug Sewu itu sebagai pertanda cintanya. Bersamaan de

Perusahaan yang bergerak dalam bidang Informatika

Sebelum kita masuk ke dalam materi pembahasan kita kali ini, kita perlu memahami terlebih dahulu apa itu bisnis dan bisnis dalam bidang Informatika. Bisnis Pengertian Bisnis secara umum   adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh perorangan maupun organisasi yang melibatkan aktivitas produksi, penjualan,  pembelian, maupun pertukaran barang/ jasa, dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan atau laba. Kata “bisnis” berasal dari bahasa Inggris, yaitu  “business”  yang artinya kesibukan. Dalam konteks sederhana, yang dimaksud dengan kesibukan adalah melakukan suatu aktivitas atau pekerjaan yang memberikan keuntungan pada seseorang. Tujuan Bisnis Tujuan utama dari semua bisnis adalah untuk mendapatkan laba dengan memproduksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Adapun beberapa tujuan bisnis adalah sebagai berikut: ·          Untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan bisnis. ·          Untuk pengadaan barang ataupun jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat. ·      

Jenis Jenis Game

1. Time Strategi atau sering disingkat RTS  adalah jenis game peperangan yang biasanya meminta pemainnya untuk mengatur strategi yang baik untuk memenangkan permainan. Dalam game tersebut Anda sebagai seorang pemain harus mampu mengelola sebuah negara atau tim yang Anda pilih, baik SDM-nya, SDA-nya, perekonomiannya, pemerintahannya, dan masih banyak lagi. Dalam game ini Anda diharapkan dapat mengambil keputusan yang bijak agar Negara yang Anda pimpin bisa lebih maju daripada yang sebelumnya. Keputusan yang Anda ambil akan menentukan kemajuan dari negara atau tim yang Anda pimpin. Contoh dari game RTS adalah Age of Empire, Rise of Nations, dan Warcraft. 2. First Person Shooter (FPS) First person shooter atau dikenal dengan singkatan FPS adalah jenis game online yang berhubungan dengan tembak-menembak dengan sudut pandang orang pertama. Dalam permainan ini Anda bisa memilih sendiri karakter yang ingin Anda mainkan karena setiap karakter memiliki kemampuan yang berb